Menguak Mitos Memiliki Mobil di Jepang

by  in  Serba 7 & Special Edition
Menguak Mitos Memiliki Mobil di Jepang
0  komentar

Jakarta, AutonetMagz – Belakangan ini saya agak sedikit terganggu dengan beberapa meme yang ada di Facebook mengenai perbandingan otomotif Jepang dan Indonesia, terutama yang diangkat dari sisi budayanya, padahal membandingkan sesuatu yang tidak apple-to-apple selain tidak akurat, justru terkesan merendahkan masyarakat Indonesia. Memang ada benar dan ada salahnya, namun kali ini saya akan mencoba menguak beberapa mitos dan fakta mengenai memiliki mobil di Jepang, artikel ini dibantu wawancara narasumber kami yang sudah lama tinggal dan bekerja di Jepang.

  1. Orang Jepang jarang beli mobil, beda sama Orang Indonesia yang dikit-dikit beli mobil

Mitos

Kalau kalian berpikir bahwa orang Indonesia konsumtif karena beli mobil melulu dan menyebabkan kemacetan, mari kita kembali ke data-data penjualan mobil antara kedua negara ini, kita harus biasakan bicara pakai data. Pertama kita mulai dari Indonesia, Inilah angka penjualan mobil di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut mulai dari 2012 hingga 2016 menurut wholesales Gaikindo.

2012   1.116.230 unit
2013   1.226.199 unit
2014   1.208.019 unit
2015   1.013.291 unit
2016   1.061.015 unit

Sekarang mari kita bandingkan dengan penjualan mobil di Jepang di tahun yang sama berdasarkan data registrasi plat nomor kendaraan baru di Jepang.

2012   5,369,721 unit
2013   5,375,513 unit
2014   5,562,887 unit
2015   5,045,511 unit
2016   4,970,260 unit

Dari data tersebut, bisa dilihat bahwa data penjualan mobil di Jepang lebih banyak hampir 5x lipat dibandingkan dengan Indonesia bukan? Jadi kalau dibilang orang Jepang jarang membeli mobil, maka data-data penjualan mobil di Jepang selama 5 tahun berturut-turut otomatis membantahkan mitos tersebut secara mudah. Masih kurang? Coba bandingkan berapa banyak jumlah penduduk Indonesia vs Jepang, Penduduk Indonesia 2x lipat dibanding Jepang, namun penjualan mobil jelas kita masih kalah telak. Jika dibandingkan dengan negara lain di seluruh dunia, Jepang menempati posisi ke 17 dalam daftar kepemilikan kendaran perkapita.

2. Orang yang beli mobil di Jepang cuma orang desa, orang kota jarang beli mobil

Mitos

Kalau dibilang di Jepang cuma orang desa doang yang beli mobil, maka bisa dibilang ini adalah pernyataan yang salah. Karena penjualan mobil tertinggi di Jepang masih di dominasi di kota-kota besar. Tapii….

Eh ada tapinya nih. Di Jepang penjualan mobil jauh lebih merata dibandingkan dengan Indonesia, makanya penjualannya tinggi. Meskipun mahal dan banyak peraturan yang menyulitkan pembelian mobil disana, tetap saja daya beli orang Jepang jauh lebih tinggi dari Indonesia. Indonesia boleh bangga kalau penjualan kendaraan bisa mencapai lebih dari 1 juta unit pertahun, tapi tidak merata, contohnya di tahun 2016 silam hampir 40% penjualan mobil di Indonesia berada di Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian lebih dari 12% di Jawa Timur dan 7% Banten. Sisanya yang kurang dari 50% silahkan dibagi ke 31 Provinsi yang ada di Indonesia.

Makanya nggak heran kan kalau orang Indonesia punya stigma Indonesia macet karena penjualan mobil kebanyakan. Padahal sih jualannya biasa aja, cuma numpuk di Jabodetabek doang makanya macetnya lebih parah dari negara yang penjualan mobilnya lebih banyak 5x lipat!

3. Membeli mobil di Jepang sulit dan mahal

Fakta

Membeli mobil di Jepang, terutama di kota-kota besar yang padat penduduk memang sulitnya bukan main. Contoh, kalau kamu tidak punya garasi dirumah atau tidak bisa menunjukan bukti sewa tempat parkir yang layak untuk memarkir mobil di tempat tinggal kamu, jangan harap kamu bisa beli mobil, karena nomor regitrasinya tidak akan dikeluarkan oleh Pemerintah Kota setempat. Memang ada solusinya dengan menyewa lahan parkir, tapi hal tersebut sangat mahal, perbulannya kita bisa merogoh kocek jutaan rupiah hanya untuk parkir.

Itu baru parkir, belum masuk ke jalan Tol, di Jepang jalan Tol sangatlah mahal, jangan heran kalau kita menggunakan mobil untuk berjalan beberapa puluh kilometer saja orang Jepang harus mengeluarkan kocek hingga ratusan ribu disana. Jika tidak, berkendara tanpa menggunakan Tol lebih lama 2 hingga 3 kali lipat. Harga bensin disana juga lebih mahal, sekitar 125 yen atau 11.000 Rupiah per liter.

Sistem perpajakan di Jepang juga mirip-mirip seperti di Indonesia, disana pajak pertahun dihitung berdasarkan ukuran mesin, semakin besar semakin mahal. Untuk pajak tahunan juga dibedakan berdasarkan kegunaannya, untuk mobil kantor atau bisnis tergolong murah, tapi kalau untuk kegunaan pribadi, maka pajak tahunannya bisa 4x lipat lebih mahal.

Nggak sampai disitu, ada juga biaya kelayakan yang harus dikeluarkan tiap 2 tahun sekali yang disebut dengan Shaken. Shaken terdiri dari inspeksi kendaraan, weight tax, asuransi dan administrasi. Biasanya Shaken ini lumayan mahal, dalam 2 tahun bisa seharga sebuah motor, dan Shaken ini akan meningkat tiap 2 tahun seiringan dengan umur kendaraan. Makin tua makin mahal!

4. Orang Jepang senangnya beli Kei Car karena murah

Fakta, tapi….

Kei car memang laris di Jepang, hampir setengah penjualan mobil di Jepang di dominasi oleh Kei car karena mudah parkir, harga dan pajaknya murah, tapi sebenarnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan mobil bermesin 1.500 cc kebawah di sana dari segi harga dan pajak. Di Jepang sendiri Kei car sudah mulai ditinggalkan dan insentif-insentifnya mulai tergerus oleh mobil-mobil hybrid dan listrik yang hemat bahan bakar dan memiliki emisi rendah. Mobil terlaris di Jepang pun tidak pernah dihuni oleh Kei car, melainkan Toyota Prius atau Toyota Aqua disana. Kok bisa gitu?

Alasan Kei car mulai ditinggalkan di sana karena Kei car tidak efisien dalam pembuatan, “Buat apa menghabiskan waktu untuk riset menciptakan mobil baru yang hanya bisa dijual di Jepang saja?”, kurang lebih seperti itu. Lebih baik ciptakan mobil yang bisa dijual secara global namun bisa berjaya di negeri sendiri juga. Makanya nggak heran kalau Kei car di Jepang kebanyakan melakukan rebadge antar brand agar biaya riset dan pembuatannya lebih murah. Kemudian, menurut teman saya yang sudah lama bekerja di Jepang, Kei car mulai ditinggalkan karena tidak enak dikemudikan, orang orang Jepang saat ini mulai menyukai mobil yang fun-to-drive.

5. Orang Jepang beli mobil bukan karena gengsi, tapi karena kebutuhan

Bisa Benar, Bisa Tidak

Menurut teman saya yang belasan tahun bekerja di Jepang, pemilik mobil di Jepang bisa dibagi menjadi 2 kategori, pertama yang membeli karena kebutuhan dan yang membeli mobil karena kebutuhan + gengsi. Orang yang membeli mobil sesuai kebutuhan biasanya membeli Kei car, atau mobil boxy yang mudah untuk mengangkut barang bawaan, pelaku usaha UKM disana biasanya menggunakan mobil pribadi untuk mengangkut dan mengantar barang dagangan, karena kebutuhan space yang besar ini makanya banyak mobil disana yang berbentuk kotak-kotak, rasanya nyaris nggak ada pelaku UKM yang pake Corolla buat nganter tahu disana.

Kemudian, mobil juga jadi status simbol di Jepang, karena hanya orang kaya yang mampu membeli mobil. Bahkan menurutnya, banyak orang yang ingin mobilnya tidak terlihat standar, kalau bisa ambil model dengan eksterior yang paling keren, lengkap dengan seperangkat alat body kit. Nggak percaya? Coba buka website merek-merek mobil di Jepang, biasanya ada 2 buah jenis tampilan dan opsi-opsi bodykit. Yang paling eksrim contohnya bisa kita lihat bagaimana Toyota membuat mobil-mobil mereka secara spesifik. Bahkan satu model yang sami mawon bisa jadi 3 mobil seperti Noah, Voxy dan Esquire, tiap model juga punya body kit dari TRD, Modelista, Toms, dkk langsung dari dealer. Gokil! Jadi kalau di Indonesia banyak orang beli mobil karena gengsi, menurutnya di Jepang juga sama saja, bahkan lebih ekstrim dari eksterior. Interior gimana? Audioless aja cukup, yang penting luarnya keren! Hahaha….

6. Mobil orang Jepang terawat dan bersih

Fakta

Jika kamu pernah ke Jepang, mungkin kalian akan bingung melihat mobil-mobil tua di Jepang rata-rata masih dalam kondisi baik, meskipun sudah berumur tapi jauh lebih baik dibandingkan dengan mobil berumur yang ada di Indonesia. Ini dikarenakan bagi orang Jepang, kondisi mobil merfleksikan orang yang memilikinya. Berhubung orang-orang Jepang biasa rapi dan tertib, mobil-mobil mereka juga diusahakan mencerminkan keprbadian pemiliknya, makanya jarang kita melihat mobil yang kotor dan kumuh disana meskipun sudah berumur.

Kemudian, ini juga dikarenakan Shaken yang dilakukan tiap 2 tahun sekali. Jika pemilik mobil tidak merawat mobil secara baik, maka kemungkinan mobil tidak lulus uji Shaken semakin tinggi. Maka dari itu mobil harus dalam kondisi prima meskipun sudah berumur. Jika tidak lulus Shaken, kita masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki bagian bagian mobil yang tidak lulus uji sebenarnya, namun jika kita enggan untuk memperbaikinya dikarenakan biaya perbaikan juga cukup tinggi di Jepang, melakukan recycle kendaraan termasuk salah satu pilihan umum.

7. Mobil buatan non-Jepang tidak laku karena nasionalisme masyarakat Jepang yang tinggi

Bisa Benar, Bisa Tidak

Loh kok gitu? Memang perlu diakui bahwa nasionalisme orang Jepang sangat tinggi, nggak usah mobil deh, buat kamu yang biasa bekerja dengan orang Jepang pasti paham betul bahwa semua perangkat dan rekan bisnis mereka harus Jepang. Tapi bukan berarti mobil non-Jepang tidak laku disana. Contoh untuk kategori penjualan mobil mewah, Lexus harus bertekuk lutut dengan Mercedes Benz di Jepang dengan menempati posisi nomor 2. Untuk mobil mewah masih dipegang oleh Mercedes Benz, diikuti oleh Lexus, BMW kemudian Audi.

Alasan mengapa mobil bermerek non-Jepang tidak begitu diminati sebenarnya tidak semata-mata karena nasionalisme saja, tetapi karena import tax yang sangat mahal untuk mobil yang diimpor dari negara lain. Contohnya saja sebuah Honda NSX yang diimpor dari Amerika Serikat, di Jepang memiliki harga 2 kali lipat sebuah Nissan GT-R disana. Sebelum kita tutup, Toyota pernah loh mencoba menjual mobil dengan pendekatan buatan Amerika pada tahun 90-an lewat Toyota Cavalier. Seperti ini brosurnya.

Oke, jadi itu saja artikel tentang mitos atau fakta tentang rumor-rumor soal mobil di Jepang, jika artikel ini menarik, silahkan share di media sosial anda, karena semakin banyak yang membacanya, semakin semangat saya menulis artikel-artikel seperti ini di website kesayangan kita AutonetMagz.

Read Prev:
Read Next: