AutonetMagz.com – Kami di AutonetMagz lebih sering bercengkrama dengan passenger car normal, tapi kami pun kerap penasaran dengan mobil-mobil yang kelihatannya menarik dan belum pernah kami kendarai sehari-hari. Sebut saja bemo, bajaj Qute, truk, bus hingga pick-up. Beberapa hari lalu, Isuzu mengundang kami untuk mencoba mengendarai pick-up baru mereka, Isuzu Traga. Traga ya, bukan Targa. Kalau Targa, nanti dijewer sama Porsche.
Nama Isuzu Traga sendiri berasal dari kata “X-Tra Lega”. Kalau melihat sosok Isuzu Traga sendiri, mungkin kami bisa percaya kata-kata ekstra lega itu. Bagaimana tidak, mobil ini lebih bongsor lho daripada pick-up kebanyakan. Pick-up sejenis ini tidak pernah ada yang cakep, demikian juga Traga. Oh ya, kami tak berekspektasi banyak pada mobil ini, karena ini adalah pengalaman pertama kami mengikuti media test drive sebuah pick-up niaga dan kami lebih familiar dengan mobil biasa.
Kembali ke Traga, mobil ini ternyata tak hanya besar, namun juga agak tinggi. Untuk test driver dengan tinggi badan 170 dan 180 cm, posisi duduk sama sekali tidak ergonomis. Perasaan saat duduk di joknya dan berhadapan dengan setir plus dashboard seperti saat duduk di warteg. Ini mungkin biar supir pick-up nanti tidak perlu turun dari mobil kalau mau makan nasi kotak atau nasi bungkus yang habis dibeli dari warung pinggir jalan.
Pedal gas model pedal piano, itu bagus, namun posisi duduk yang aneh ini jadi sedikit isu saat mau mengerem. Karena posisi duduknya seperti orang mau makan, kaki kita hampir membentuk sudut 90 derajat. Kita tidak bisa menggeser kaki kanan saja kalau mau pindah dari pedal gas ke rem, karena kita harus mengangkat paha dan menggeser pijakan kita. Di mobil biasa, kita cukup geser telapak kaki sedikit, tapi di mobil ini, sekaki-kakinya harus ikut bergerak kalau mau ngerem.
Terbukti, saat kami menjelajahi jalanan puncak dengan mobil ini, kaki kami terasa pegal saat di turunan karena harus siap siaga di rem. Ini bisa dibantu dengan sering-sering memakai engine brake. Melihat ke bagian belakang juga tergolong susah di Traga ini. Kami heran, kenapa mobil pick-up segede gaban ini diberikan spion yang sekecil kelengkeng. Kalau soal keluasan bak, kami akui kalau bak belakang Traga termasuk yang terluas di kelasnya.
Isuzu Traga dibuat dengan built quality yang sekedar jadi dan tidak rapi sama sekali. Contoh kecil, saat kami ingin memainkan ventilasi AC-nya, bagian ini malah copot. Sambungan antar panel juga renggang. Unit yang kami tes tidak pakai AC, jadi sepanjang perjalanan kami hanya disegarkan dengan kipas angin kecil. Ada kenop-kenop AC di tengahnya, tapi ditutup oleh lempengan plastik hitam. Lempengan ini pun mudah sekali kita lepaskan.
Isuzu Traga pakai mesin diesel Isuzu Panther yang sudah legendaris (baca : tua). Alasan dipilihnya mesin ini adalah karena kuat, mudah diperbaiki dan familiar buat semua pihak, bahkan hingga montir-montir pinggir jalan pun biasanya paham. Intinya, biar mudah dan murah diperbaiki kalau ada apa-apa. Mesin turbo diesel ini punya tenaga dan torsi yang cukup untuk membopong bodi Isuzu Traga plus stok sembako yang ada di bak belakang unit tes kami.
Transmisi Isuzu Traga memakai girboks manual 5 percepatan dari Isuzu D-Max, namun rasio giginya sudah diubah. Dugaan awal kami, mobil pick-up seperti Traga pasti punya suspensi yang kerasnya minta ampun demi kekuatan daya tampung. Setelah jalan, rupanya suspensi depan Traga tidaklah sekeras ekspektasi kami, namun tidak seempuk Grand Livina juga sih. Suspensi belakang mobil ini pakai per daun, jadi yaa… Kuat.
Isuzu Traga sudah dilengkapi dengan power steering. Saat dipakai menerjang belokan di Puncak, bobot setir ini terasa pas. Tidak berat, namun juga tidak enteng, tapi feedback dari setir yang posisinya aneh ini sama sekali tidak ada. Nol. Respon setirnya sendiri bisa dibilang tulalit. Seperti yang kami bilang sebelumnya, mesinnya sendiri tidak ada masalah. Tenaga dan torsinya masih sanggup mengurus tanjakan di Puncak.
Yang tidak enak adalah feeling semua pedalnya. Pedal gas kurang responsif, remnya terasa lembek dan susah ditakar untuk mendapatkan kekuatan pengereman yang diinginkan dan pedal koplingnya terlalu enteng. Tahu betapa entengnya pedal kopling Wuling Confero dan Cortez? Nah, kira-kira itu rasanya menginjak pedal kopling Traga. Susah buat membaca dan mengukur ritme injakan tiap pedal kala ingin melakukan sesuatu.
Bagaimana soal refinement atau kehalusan? Tolong, ini pick-up niaga, dan orang yang bawa mobil beginian biasanya masa bodoh soal refinement. Tidak heran jika refinement Isuzu Traga sangat buruk. Membawa mobil ini di kecepatan 80 km/jam terasa seperti di kecepatan 120 km/jam. Kami pun kesulitan untuk memotret unit tes lain dengan metode panning, karena guncangan dalam kabin sangat terasa.
Akhir kata, Isuzu Traga memang menjiwai namanya sebagai pick-up yang esktra lega. Seluruh aspek penting mobil niaga pun sudah ada : Mesin bandel, tenaga dan torsi ada, daya angkut bagus dan tidak banyak tetek bengek yang bisa bikin biaya operasional pengusahanya melonjak tajam. Tetap saja kami tidak merasa mobil ini enak, tapi itu juga karena kami terlalu sering bercengkrama dengan passenger car biasa.
Tapi kembali lagi, ini pick-up buat usaha. Masa bodoh soal kelemahan di refinement, rasa berkendara atau built quality. Asal mobilnya bandel, biaya operasionalnya rendah, daya angkutnya bagus dan bisa dipakai sampai manusia sudah bisa bikin peradaban di planet Namec, itu sudah cukup buat para pengusaha. Supirnya sih mungkin hanya terima jadi.
Namun kami sendiri tetap menganggap pengalaman mengendarai mobil pick-up – dalam hal ini, Isuzu Traga – cukup pas untuk mengenalkan kami ke dunia pick-up dan sekitarnya, terutama saat kami mengangkut bahan sembako di Pasar Gang Roda, Bogor. Dengan pengalaman ini, kami jadi lebih respek ke supir pick-up, karena mereka harus berjibaku dengan mobil seperti ini demi kelancaran bisnis para pengusaha dan kenyamanan konsumen ke kebutuhan pokok. Apa opinimu? Sampaikan di kolom komentar!
Read Next: Bus Hidrogen Toyota Sora Mulai Diproduksi, Bersiap Demi Olimpiade 2020