Surabaya, AutonetMagz.com – Tak terasa, hampir 2 bulan sejak Yamaha Indonesia memperkenalkan Yamaha LEXI LX 155 pada publik Indonesia. Dan sebagai Maxi Yamaha paling mungil, sebenarnya sosok Yamaha LEXI LX 155 juga menyimpan sejumlah keunggulan yang layak untuk digali. Salah satunya adalah saat mengajak motor ini jalan sedikit jauh dari habitatnya di dalam kota. Jadi, kali ini kami bersama dengan Yamaha STSJ (Surya Timur Sakti Jatim) membawa 12 unit Yamaha LEXI LX 155 untuk touring tipis-tipis dari Surabaya ke daerah Pandaan via Trawas. Cekidot.
Yamaha LEXI LX 155 Enak di Perkotaan
Kami berkumpul di Sentral Yamaha Dupak Surabaya untuk meeting point sebelum bersama-sama awak media lain untuk turing kali ini. Tentunya, seluruh unit yang digunakan adalah Yamaha LEXI LX 155, namun dengan tipe yang beragam. Ada varian Standard, S Version, dan juga tentunya ABS Connected. Beruntungnya, kami mendapatkan unit dengan tipe tertinggi yaitu ABS Connected. Perjalanan pun kami mulai dari Sentral Yamaha Dupak dengan rute ke luar kota via Bundaran Waru.
Selama 20 kilometer pertama, kami dihadapkan pada jalanan perkotaan di pagi hari yang dipenuhi pengendara motor dan mobil. Dan disinilah dimensi Yamaha LEXI LX 155 jadi kelebihan. Tak susah untuk selap-selip di kemacetan Surabaya menggunakan motor ini. Apalagi, mesin 155cc baru juga memberikan peforma yang mumpuni untuk stop and go di jalanan perkotaan. Setelah melewati bundaran waru, kami pun bergeser ke rute Krian – Mojosari yang jalanannya didominasi kendaraan kelas berat seperti truk dan bus. Wajar, karena rute ini merupakan kawasan industri.
VVA Bikin Napas Lebih Panjang
Di rute ini, kami bisa memacu kendaraan lebih cepat dan merasakan peforma mesin 155cc-nya yang diklaim berbeda dengan milik Yamaha N-Max dan Aerox. Keberadaan teknologi VVA membuat kami cukup nyaman memacu Yamaha LEXI LX 155 di kecepatan tinggi. Teknologi VVA sendiri baru aktif di putaran mesin 6000 rpm, dimana VVA bertugas memperpanjang napas tenaga motor ini. Dan benar saja, saat kami memacu motor dengan kecepatan hampir 100 km/jam dan putaran mesin 8000-an RPM, kami merasa bahwa napas motor ini masih bisa dipacu lagi.
Hanya saja, karena kami berjalan dengan rombongan, plus melakukan dokumentasi, maka kami memilih untuk tidak memacu motor terlalu kencang. Setelah melewati kawasan Mojosari, kami pun langsung melahap rute menanjak menuju ke Trawas. Nah, disinilah kami juga penasaran dengan peforma dari Yamaha LEXI LX 155. Apalagi, kini Yamaha LEXI LX 155 menjadi motor dengan power to weight ratio terbaik di segmen Maxi Yamaha. Mengalahkan Yamaha Aerox. Kami pun merasakan bahwa effort untuk menanjak di motor ini tidak terlalu berarti.
Nanjak Effortless Naik Yamaha LEXI LX 155
Kami memacu Yamaha LEXI LX 155 di putaran mesin di sekitar 6.000 rpm supaya VVA bisa terus aktif dan membantu kinerja mesin. Alhasil, kami bisa melewati rute menanjak dengan kecepatan di 50 hingga 65 km/jam dengan effortless dan menikmati pemandangan dengan nyaman. Somehow, kami cukup menyukai peforma suspensi dari Yamaha LEXI LX 155 yang terbilang nyaman. Bukan yang empuk sampai mental mentul, tapi sudah jelas tidak keras. Namun, kami mendapatkan informasi bahwa varian Standard yang tak dilengkapi suspensi dengan sub tank memiliki karakter suspensi yang lebih kaku.
Berkat suspensinya yang cenderung balance dan body yang ringkas, membuat handling di motor ini juga bisa diandalkan. Peforma pengereman juga bisa diandalkan, walaupun kami sebenarnya berharap rem belakang juga bisa cakram. Dan hadirnya panel instrumen full digital yang tombolnya ada di setang kiri juga membuat pengoperasian lebih mudah. Hanya saja, ukuran panel yang terbilang kecil agak membuat kami kesusahan membaca informasi di MID saat berkendara. Terutama untuk indikator trip. Sisanya, posisi duduknya nyaman dan rileks dengan tinggi jok yang kini sudah dipapas lebih rendah.
Konsumsi BBM Irit?
Posisi kaki pun masih cukup rileks walaupun agak terkesan nanggung karena tak bisa sepenuhnya selonjoran ala Maxi Yamaha yang lainnya. Dan terakhir, bagasi dan tangki yang ditawarkan sebenarnya terkesan cukupan saja. Namun, ada baiknya jikalau memang bisa ditingkatkan. Kami pun sampai di Bugs Cafe Taman Dayu sebagai titik akhir touring dengan menempuh lebih dari 100 kilometer perjalanan. Setelah itu, kami pun bergerak kembali ke Surabaya dengan rute normal melalui Porong dan Sidoarjo. Dan angka konsumsi BBM di MID mencatatkan 48,6 km/liter dengan total jarak tempuh mendekati 160 kilometer. Jadi, bagaimana menurut kalian, kawan?
Read Next: Sambut Musim Baru, Honda Racing Indonesia Umumkan Pembalap dan Mobil Balap Baru!