Autonetmagz.com – Manufaktur mobil diseluruh dunia telah mengalami kerugian besar sejak munculnya pandemi COVID-19. Ekonomi dunia yang melemah menghambat perputaran uang dan menyebabkan penjualan menurun serta dana yang dikeluarkan bertambah untuk biaya operasional yang harus menyesuaikan kondisi yang ada saat ini. Dan salah satu perusahaan yang terpukul paling keras oleh kondisi ini adalah Renault.
Manufaktur asal Perancis tersebut mengumumkan bahwa mereka mengalami kerugian sebesar 8,58 miliar Dollar dalam kuartal pertama tahun 2020. Dalam periode tersebut, penjualan mobil Renault terjun bebas dikarenakan showroom dan pabrik-pabrik mereka yang ditutup selama beberapa minggu akibat pandemi COVID-19. Lantas pada kuartal kedua tahun ini, Renault menyatakan bahwa partner aliansi mereka yaitu Nissan bertanggung jawab atas 50 persen dari kerugian tersebut dengan angka 5,7 miliar Dollar.
Yap, kita tentu tahu polemik antara Nissan-Renault dan Ghosn. Penahanan Carlos Gohn pada 2018 lalu menjadi salah satu faktor yang mencemari aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi dan perlahan-lahan membuat retakan di dalam grup ini mulai membesar. Bahkan sebelum COVID-19, kondisi di dalam aliansi 3 manufaktur besar tersebut sudah memburuk dan berimbas pada penurunan penjualan mereka yang cukup masif. Jadi, Renault bak menghadapi bola salju yang maki membesar seiring waktu.
Sebuah laporan dari Bloomberg menyatakan bahwa dalam pertengahan pertama 2020, Renault melaporkan jumlah kerugian sebesar 2,37 miliar Dollar dan telah membakar dana sebesar 7,6 miliar Dollar untuk biaya operasional mereka. Pemerintah Perancis pun akhirnya turun tangan untuk membantu Renault dengan memberikan fasilitas kredit sebesar 5,9 miliar Dollar. Dan sejak akhir Juni, Renault dikabarkan telah memegang likuiditas sebesar 19,9 miliar Dollar ketimbang 11,7 miliar pada akhir bulan Maret.
Chief Executive Officer (CEO) baru Renault, Luca de Meo menyatakan bahwa ia memiliki kepercayaan penuh terhadap semua orang dalam Renault untuk bisa membalikan keadaan. Salah satu tugas pertama Renault untuk mulai mengeksekusi rencana pemulihan mereka adalah melakukan penghematan SDM sebanyak 14.600 orang secara global dan menurunkan kapasitas produksi hingga seperlima dari biasanya untuk mengurangi fixed cost. Dengan ini, Renault bisa menghemat uang sebanyak 2 miliar Dollar ditambah 700 juta Dollar dalam bentuk dana simpanan, yang diprediksi akan tercapai tahun ini.
Lantas, Renault akan memfokuskan strategi mereka untuk mengedepankan keuntungan ketimbang volume produksi kendaraan. Renault pun akan fokus kepada sektor pasar crossover dan SUV untuk membantu tingkatkan angka penjualan dan omset. Jadi bagaimana menurut kalian? Apakah Renault akan berhasil dalam rencana mereka untuk membalikan keadaan? Tulis opini kalian di kolom komentar ya.
Read Next: Perkuat ASEAN, Mitsubishi Ingin Produksi Lokal di Myanmar