AutonetMagz – Siapa bilang membuat sebuah brand mobil atau produk otomotif akan membawa keuntungan besar dengan mudah? Banyak brand-brand besar yang seringkali merugi bahkan gulung tikar, atau mungkin mereka terus merugi bertahun-tahun dengan prinsip yang penting kami tidak tutup.
Lotus contohnya, pabrikan yang pernah membuat mobil untuk film James Bond ini rupanya terakhir kali mengalami keuntungan pada tahun 1970-an. Tidak disebutkan tepatnya kapan, tapi semenjak tahun 70-an, perusahaan ini tidak pernah mencatatkan buku keuangan surplus sehingga kepemilikan lotus selalu berpindah tangan.
Pertama kali Lotus mengalami kesulitan keuangan terbesar terjadi di tahun 1980, dimana penjualan mobil Lotus turun secara signifikan dari 1.200 unit pertahun menjadi 383 unit saja. Hal tersebut dikarenakan krisis finansial yang melanda dunia pada saat itu. Untungnya Toyota menyelamatkan Lotus di tahun 1982 dengan merebadge Lotus Excel menjadi Toyota Supra MK2 atau Toyota Celica XX. Tapi ternyata Lotus Excel tidak laku dan Lotus harus bangkrut di tahun 1983 dan menyerahkan saham mereka kepada 3 orang yang disebut sebagai The Saviour of Lotus.
Tapi ternyata The Saviour of Lotus tidak bertahan lama, karena Lotus tidak menguntungkan, mereka akhirnya menjual Lotus kepada GM dengan nilai 22.7 juta Euro untuk mengambil 91% kepemilikan di tahun 1986. Namun tidak butuh waktu lama juga bagi GM untuk memelihara Lotus ditengah kerugian, akhirnya GM menjual kepemilikan Lotus di tahun 1993 dengan nilai 30 juta Euro ke pebisnis Italia Romano Artioli yang dikenal sebagai pemilik Bugatti Automobili SpA pada waktu itu.
Kemudian karena terus menerus merugi, Romano Artioli menjual Lotus kepada DRB-HICOM atau Proton di tahun 1996 hingga saat ini. Selama bersama Proton, Lotus beberapa kali mengubah strategi hingga efisiensi perusahaan. Efisiensi terbesar Lotus terjadi di tahun 2014 silam dimana mereka melakukan PHK lebih dari 400 orang, sehingga jumlah karyawan Lotus kini tinggal 800 orang saja. Uniknya, efisiensi karyawan ini justru menambah kapasitas produksi Lotus dari 1.400 mobil pertahun menjadi 2.000 mobil pertahun. Good job!
Akibat dari efisiensi dan pengembangan produk yang cukup bagus, Akhirnya di tahun 2016 ini Lotus berhasil memberikan catatan keuangan surplus setelah puluhan tahun mengalami kerugian. Keuntungan ini juga disebabkan oleh suksesnya Lotus Evora 400 yang sudah sold out sampai sampai bulan Maret 2017 mendatang.
Masa depan Lotus juga sepertinya lebih cerah beberapa tahun mendatang, karena mereka sedang merencanakan untuk menjual sport compact SUV pertama Lotus yang sepertinya akan terjual seperti kacang goreng.
Uniknya, disaat Lotus mengalami keuntungan, parent company Lotus justru sedang mengalami kesulitan finansial beberapa tahun belakangan ini. Bahkan sepertinya DRB-HICOM sudah membicarakan untuk menjual Lotus kepada 20 pabrikan seperti Renault Nissan Alliance, Peugeot PSA dan Suzuki. Hmm… Dengan kondisi keuangan yang sedang bagus, mungkin Proton akan untung besar jika menjual Proton saat ini. Betul?
Read Next: Honda CR-V 2017 Turbo Akan Dijual Secara CKD di Indonesia