Mari Kita Simak EVA, Taksi Listrik untuk Mobilitas Masyarakat Singapura

by  in  Berita & Hi-Tech & International
Mari Kita Simak EVA, Taksi Listrik untuk Mobilitas Masyarakat Singapura
0  komentar
EVA-Taksi-Listrik-Singapura

AutonetMagz.com – Di Indonesia, khususnya Jakarta banyak pihak yang sedang berusaha untuk mengejar ketertinggalan dalam hal transportasi publik yang aman, nyaman, cepat dan terjangkau. Sistem MRT di Singapura kerap dijadikan acuan, tapi ternyata di negeri Merlion tersebut kini sudah mendapatkan transportasi publik baru, yakni sebuah taksi listrik bernama EVA.

Lho? Singapura membuat mobil taksi? Bukankah Singapura termasuk negara yang kebijakannya amat-sangat-sungguh-terlalu-ribet dan menyusahkan untuk mereka yang ingin memiliki mobil? Ya memang, contohnya saja harga Honda Mobilio RS di sana bisa tembus 1,3 M rupiah. Tapi karena ini tujuannya untuk transportasi publik, maka proyek ini dapat dukungan penuh dari National Research Foundation, sebuah departemen di bawah pemerintahan Singapura.

taksi-ramah-lingkungan-EVA

Sejatinya, mobil ini bukan murni buatan Singapura sendiri, melainkan hasil pengembangan selama 2 tahun oleh para insinyur dari Technische Universität München (TUM) – Jerman dengan Nanyang Technological University (NTU). Kasarnya, EVA yang proyeknya dinamai TUM CREATE ini merupakan hasil blasteran Jerman – Singapura.

Persentase populasi taksi di Singapura sangat kecil, hanya sekitar 3 persen dari total kendaraan di sana. Akan tetapi, jarak tempuh taksi di sana 15 persen lebih besar jika dibandingkan dengan mobil pribadi atau kendaraan lainnya. Oleh karena itu, demi efisiensi energi dan menurunkan kadar polusi udara, pengembangan EVA sangat diperlukan.

sistem-AC-taksi-EVA

EVA dikembangkan dengan perhatian lebih di sektor kenyamanan, sebab di negara tropis seperti negara-negara ASEAN, panas di siang bolong tentu sangat menyebalkan. Untuk mengatasinya, sistem sirkulasi udara dan AC menjadi salah satu keunggulan EVA,sebab ia dirancang dengan lubang kisi-kisi udara yang diletakkan di atas kepala, sehingga penyebaran udara dingin lebih merata.

jok-berkipas-EVA

Masih ada lagi, EVA juga dilengkapi dengan sistem kipas pendingin pada bagian jok untuk menyerap panas yang dikeluarkan oleh tubuh sehingga siapa pun yang duduk bisa merasa sejuk dan nyaman. Wah, mungkin bisa kali ya ide-ide ini diterapkan produsen lain di mobil jualan mereka.

wireless-control-EVA-taksi-listrik

Fitur EVA yang lainnya adalah jok dengan fleksibilitas tinggi, bisa diubah jadi jok untuk penumpang balita berusia 9 bulan sampai 3 tahun. Masih ada infotainment system dengan berbagai fungsi, misalnya untuk mengontrol suhu AC juga pengaturan audio dari gadget pribadi milik penumpang secara wireless. Lengkap juga untuk ukuran kendaraan umum.

Rata-rata taksi di Singapura punya jarak tempuh 520 km dalam 2 shift, sementara mobil listrik biasa paling hanya bisa menempuh jarak 100 km saja, belum pengisian baterainya yang bisa setengah hari. Sangat merepotkan untuk taksi yang setiap hari pasti jalan jauh. Nah, bagaimana para insinyur mengatasi problematika ini saat merancang EVA?

baterai-taksi-listrik-EVA

Mereka menemukan solusi yang efektif, yaitu dengan quick charging seperti gadget-gadget masa kini. EVA dilengkapi dengan baterai 50 kWh untuk menghasilkan tenaga 67 hp, dan cukup 15 menit saja untuk mengisi ulang baterai pada saat pengemudi taksi mengambil rehat di jeda shift kerjanya dan membuat EVA bisa kembali berjalan sejauh 200 km sebelum harus diisi lagi.

Meski taksi, ia dibuat dengan sangat serius. EVA dilengkapi sasis monokok berbahan carbon fiber reinforced polymer (CFRP), sehingga taksi listrik ini hanya membutuhkan waktu 10 detik untuk meraih kecepatan 100 km/h dari keadaan diam. Untuk sebuah taksi listrik yang hanya 67 hp, itu angka yang cukup bagus sebenarnya.

struktur-sasis-EVA-taksi-listrik

Nah, sepertinya selain MRT, pengembangan taksi seperti ini juga cocok untuk Indonesia. Kami tahu kampus-kampus di Indonesia memiliki mahasiswa yang capable untuk membangun hal serupa, bahkan kalau memang perlu bekerja sama dengan kampus di luar negeri yang lebih berpengalaman, kenapa tidak?

Tak perlu terlalu gengsi dengan pernyataan “harus 100% buatan Indonesia,” namun lihatlah, jika ada yang melakukan proyek serupa, maka bisa menjadi salah satu langkah kemajuan di dunia ilmu pengetahuan Indonesia, termasuk peningkatan kualitas SDM. Bagaimana menurut anda? Sampaikan di kolom komentar!

Read Prev:
Read Next: