Surabaya, AutonetMagz.com – Tak terasa sudah hampir 3 tahun sejak pertama kali Nissan Magnite mengaspal di Indonesia. Dan mobil ini memang nampak kurang mendapatkan respon positif dari publik di Tanah Air, apalagi pasca Toyota-Daihatsu dan Honda ikut ambil bagian di A-Segment SUV. Oleh karenanya, kali ini kami penasaran dengan peforma dari Nissan Magnite dengan rute yang cukup panjang, yaitu Surabaya-Bondowoso dan sebaliknya. Dan kami pun mendapatkan sejumlah catatan menarik mengenai mobil ini.
Stabil, NVH Oke, Tapi Getaran Masih Terasa
Tak usah berbelit-belit, kami akan sampaikan sejumlah poin positif maupun negatif yang kami temuka saat kami mengendarai mobil ini. Poin positif pertama kami rasakan saat duduk di belakang kemudinya, dimana posisi berkendaranya tidak terlalu commanding seperti kebanyakan SUV di kelasnya. Kap mesin yang turun dan dashboard yang agak tinggi memberikan kesan in car ketimbang on car. Sayangnya, posisi berkendaranya cukup terbatas dengan tidak adanya telescopic steering dan posisi kursi serta setir yang nampak harus mengorbankan salah satunya. Kalau kaki enak, tangan terlalu jauh dari setir. Sebaliknya, jikalau tangan pas, maka kaki akan terlalu mepet ke pedal.
Berikutnya, kami juga menemukan adanya getaran mesin yang cukup terasa saat mobil dipindahkan ke transmisi D dan berada di posisi idle atau diam. Getaran akan mulai menghilang saat mobil sudah melaju di atas kecepatan 20 km/jam. Untuk NVH, memang kita tidak bisa berharap terlalu banyak pada A-Segmen SUV di Indonesia. Namun, setidaknya peredaman samping dan kolongnya masih bisa diterima. Hanya saja, peredaman di firewall atau mesin nampak kurang maksimal. Untuk sebuah SUV kompak, bisa dikatakan handling Nissan Magnite terbilang bagus. Tak sebaik rivalnya dari Honda memang, namun Magnite terlihat punya potensi. Coba saja ban yang digunakan memiliki tapak yang lebih lebar.
Irit, Sport Mode Bisa Diandalkan
Untuk bantingan, Nissan Magnite memiliki bantingan yang cenderung moderat. Dalam kecepatan rendah, kita bisa menikmati suspensinya yang bisa meredam jalan dengan baik. Namun, saat kami agak kencang di tol Trans Jawa, maka karakter kaku suspensinya lebih terasa. Kabar baik karena di kecepatan tinggi mobil ini lincah namun juga stabil untuk levelnya. Visibilitas di mobil ini juga cukup baik, walaupun spion tengah menurut kami terlampau kecil. Peforma mesinnya sendiri lebih cenderung untuk irit bahan bakar, oleh karenanya tombol sport mode di tuas transmisi sering kami mainkan. Terutama saat kami ingin take over kendaraan di tol maupun di pantura.
Yang unik, konsumsi BBM mobil ini juga terbilang irit seperti halnya mobil 1.000cc Turbo pada umumnya. Konsumsi BBM di Tol dan Luar Kota mencatatkan angka 17,7 km/liter, sedangkan rute kombinasi di angka 14,1 km/liter. Sedangkan BBM yang digunakan adalah RON 92. Untuk akomodasi, kami juga mencoba memasang car seat dengan ukuran cukup besar di baris keduanya. Dan ternyata muat, tanpa perlu mengorbankan penumpang di kursi depan. Bagasinya juga terbilang cukup untuk memuat barang bawaan bapak-bapak anak 1 yang biasanya cukup banyak. Hanya saja, untuk memuat barang yang banyak, kami harus melepas separator di bagasinya.
Cocoknya Buat Siapa?
Kesimpulannya, Nissan Magnite sebenarnya punya peluang untuk menjadi mobil yang menarik. Mobilnya lincah, irit, dan punya pengendalian yang baik serta ruang yang masih memadai untuk keluarga kecil. Hanya saja, Nissan juga masih punya pekerjaan rumah untuk memperbaiki build quality, getaran mesin, dan juga posisi berkendaranya. Last but not least, Nissan juga punya pekerjaan rumah untuk melepaskan Nissan Magnite dari cap sebagai Datsun berkat penggunaan grille ala Datsun yang melekat di mobil ini. Mampukah Nissan melakukannya? Biarkan waktu yang menjawabnya. Jadi, bagaimana menurut kalian?
Read Next: Didukung Penuh Belkote, Tim Bimasakti Torehkan Prestasi di Formula SAE Italy 2023