Wuling Cortez 2018 Review : Bukan Gertakan Sambal Belaka!

by  in  Mobil Baru & Nasional & Review
0  komentar

AutonetMagz.com – Gertakan sambal adalah istilah yang biasa kita pakai untuk menilai suatu ancaman yang hanya omdo, alias omong doang. Nah, Wuling Cortez ini sekilas mirip gertak sambal,  dan SGMW Indonesia adalah orang yang membuat gertak sambal ini. Itu kan kalau dilihat, coba dicicipi dulu, apa ini memang gertak sambal atau memang ancaman serius bagi kontestan lain untuk merebut hati konsumen mobil keluarga di Indonesia?

Eksterior

Wuling Cortez sendiri aslinya bernama Baojun 730, dan ia hadir di sini untuk disandingkan dengan… Well, kalau mau maksa sih, dengan Toyota Kijang Innova, tapi rasanya ia lebih cocok disandingkan dengan Chevrolet Orlando. Toh mereka sama-sama 1.800 cc, sama-sama FWD dan sama-sama MPV 3 baris. Pertama kali melihat si Wuling Cortez ini, kami langsung menangkap kesan kalau ia lebih sedap dilihat daripada Confero yang mirip akuarium beroda.

Bagus, tapi rasanya sedikit kurang original. Kami melihat seolah ada peleburan antara Chrysler Pacifica dan VW Touran di Wuling Cortez ini. Detail ala VW pun ada, contohnya gril yang lis chrome bagian atasnya dibuat segaris dengan desain lampu depannya. Lis chrome di dekat DRL dan foglamp juga mirip VW Tiguan, begitu juga dengan desain lampu depannya. Oh iya, dari depan saja sudah ketahuan lho fiturnya apa saja.

Beberapa titik sensor parkir depan, lampu depan full LED – ada projector, ada fitur follow me home, bahkan lampu sein pun LED – dan LED DRL sudah jadi standar. LED DRL Cortez akan bekerja bergantian dengan lampu kabutnya, jadi kalau lampu kabutnya nyala, DRL LED-nya mati, demikian juga sebaliknya. Bagus, soalnya kalau nyala semua bakal norak kayak bus pantura. Gril Wuling Cortez benar-benar berlubang di atas dan bawahnya, bukan seperti hot hatchback 1 M yang pakai cetakan waffle.

Tapi kala dilihat dari jarak yang benar-benar dekat, celah antar bumper depan dan fender tidak begitu konsisten, ada renggang di satu bagian dan rapat di bagian lain. Masih bisa diperbaiki, mengingat mobilnya sendiri baru resmi diperkenalkan dan dijual kuartal pertama tahun depan. Seperti Confero, Wuling Cortez punya beberapa panel plastik hitam di eksterior untuk menambah kesan gagah ala crossover.

Pelek Wuling Cortez punya desain yang bagus, sudah dipercantik dengan penggunaan two tone. Ban yang membungkusnya adalah Goodyear Assurance berukuran 205/55 R16. Sedikit saran, sepertinya pelek 17 inci akan lebih cocok di mobil ini supaya tidak “kebanting” dengan bodi Cortez yang kotak dan besar. Sisi baiknya, keempat remnya sudah cakram dan komplit dengan adanya ABS, EBD, BA, hill start assist dan brake hold. Wedeehh… Sudah ada brake hold lho.

Hanya saja jika anda meneliti handle pintunya, maka anda tak akan menemukan smart entry di mobil ini. Tombol start/stop engine pun tidak ada, sebab anak kuncinya masih flip key biasa. Uniknya, jika mobil terkunci lalu kita menahan tombol unlock beberapa detik, spionnya yang tadi terlipat akan terbuka, diikuti dengan semua kaca – jendela depan, jendela baris kedua dan sunroof – membuka untuk membuat udara panas dalam mobil keluar.

Eh, ada sunroof? Ya, benar, Wuling Cortez yang kami tes ini sudah dilengkapi sunroof elektrik yang bisa dibuka dan ditutup dengan tombol. Gokil ya, mobil lain belum tentu kepikiran ngasih beginian. Roof rail di atapnya sudah standar, begitu juga dengan antena shark fin di belakang. Beralih ke belakang, sayang kalau kaca belakang yang besar ini tidak punya defogger sama sekali. Sayang, padahal di depannya ada.

Berita baiknya, di belakang ini juga kelihatan banyak fitur lainnya. Desain lampu belakangnya mirip dengan Audi Q7 lawas, dan ia juga sudah full LED. Lampu rem, lampu sein, bahkan lampu mundurnya pun LED lho! Keren kan? Sudah begitu, ia ada lampu kabut di bumper belakang dan lampu tambahan yang akan nyala kala pintu bagasi diangkat, tujuannya untuk menjadi penanda bagi mobil lain saat gelap, jadi tidak nyelonong dan nabrak. Jarang-jarang merek China mikirin safety.

Ada sensor parkir 4 titik plus kamera parkir dengan garis pemandu yang turut berbelok saat setir diputar. Sesuatu yang cukup wah, mengingat SUV ladder frame pujaan para OKB saja tidak segitunya kamera mundurnya. Sayang, fit and finish bumper belakang masih agak sedikit kurang konsisten, terlihat dari kerapatan celah yang berbeda. Jika anda sempat “ngolong”, anda akan menemukan ban serep full size dengan pelek kaleng.

Interior

Buka pintu Wuling Cortez, maka interior yang terkesan wah akan langsung menyambut. Bahannya memang plastik, dan built quality-nya lumayan. Ada beberapa sektor yang kurang seperti plastik dekat pedal dan tempat penyimpanan dekat persneling, tapi ini minor kok. Dashboard bagian atas adalah plastik dilapis kulit sintetis dengan jahitan asli, sementara di tengahnya ada lapisan kayu artifisial dan yang bagus, tidak mengkilap dan kesan mahalnya dapat, diimbuhi sedikit panel black piano.

Bahan-bahan itu berlanjut ke pintu, di mana kita bisa menjumpai tombol pelipatan dan pengaturan spion, central door lock dan power window dengan mode auto up/down khusus pengemudi. Kantong di pintunya lumayan praktis, dan ada jok elektrik khusus buat penumpang depan. Iya, serius, penumpang depan dan pengemudi dapat jok elektrik lho, tapi yang bisa mengatur tinggi-rendah jok hanya pengemudi, penumpang hanya bisa mengatur sliding dan reclining.

Sayang, tombol jok elektriknya terasa murah saat dipegang dan pengaturan ketinggiannya hanya bisa mengatur bagian belakang jok, bagian sandaran pantat, sementara bagian depan yang jadi sandaran paha tidak bisa diatur tinggi rendahnya. Setirnya pun hanya bisa tilt tanpa telescopic, dan posisi mengemudinya terasa commanding alias agak tinggi, tapi tidak terlalu ergonomis. Untung joknya sudah kulit dan bahannya tebal.

Di sisi kanan pengemudi, ada tombol-tombol untuk mematikan stability control (Ya, ada ESC), mengatur pencahayaan panel instrumen serta tombol manual leveling untuk mengatur tinggi-rendahnya sorot lampu depan. Setir Wuling Cortez desainnya mirip Confero, bahan kulitnya agak keras namun desainnya lumayan keren dengan flat-bottomed steering wheel. D*mn, mobil keluarga saja pakai setir flat-bottomed.

Ada tombol-tombol di setirnya, sebelah kiri untuk mengatur head unit sementara sebelah kanan untuk mengatur MID dan fungsi telepon. Di baliknya, kita akan menemukan tuas lampu dan wiper dan dua-duanya sudah punya mode auto. Ya, auto headlamp dan auto wiper, cucok kan? Meteran bensin dan suhu mesinnya digital dan tampilannya mirip Mercedes Benz C-Class. Apa? Anda rasa kami berlebihan? Tidak, mobil ini yang overkill.

Kami tidak suka MID Confero karena pemilihan font dan ikonnya murahan sekali, namun kami suka MID milik Wuling Cortez. Selain ia punya resolusi yang bagus, pemilihan font serta ikon tiap fitur terasa berkelas, tidak terlihat seperti Confero yang kentara banget mobcin-nya. Jika di Confero kita dapat pemantau tekanan ban, maka di Cortez kita dapat fitur pemantau tekanan dan suhu ban. Wah, ada suhunya segala, ini gokil sih.

Kembali, kami kaget bagaimana mobil China seperti Wuling bisa peduli akan fitur keselamatan. Contoh pertama, mobil ini punya sensor berat dan sensor sabuk pengaman di ketujuh joknya. Jika tidak ada yang duduk, sensor di MID-nya berwarna abu-abu. Jika ada yang duduk tapi tidak pakai sabuk pengaman, sensor akan menyala merah. Jika ada yang duduk dan sudah pakai sabuk, sensor kembali jadi abu-abu. Sekali lagi, sensor ini ada di semua kursi, bukan di depan doang.

Fitur keselamatan kedua adalah alarm pengemudi. Pada MID-nya, kita bisa atur mau kapan alarmnya muncul, apakah itu 30 menit setelah kita nyetir, 1 jam setelah kita nyetir, 1,5 jam, 2 jam setelah nyetir atau seterusnya. Misalnya kita set 1 jam, maka akan muncul alarm untuk mengingatkan kita beristirahat setelah 1 jam berkendara. Memang belum secanggih fatigue sensor milik Mercedes yang bisa mengenali ekspresi muka yang lelah, tapi wow, ini saja sudah cukup wah untuk seekor mobcin.

Lanjut lagi, di MID-nya kita bisa melihat media apa yang sedang dimainkan di head unit dan navigasi GPS, namun kita tidak bisa mengatur navigasi via tombol di setir. Kalau di malam hari, ambient light warna biru muda akan berpendar cantik kala lampu mobil dinyalakan. Ambient light-nya tidak sampai ke atap seperti Innova, melainkan di sekitar ruang kaki dan bagian dalam cup holder. Serius, sampai cup holder saja ada ambient light-nya. Oh ya, lampu kabin Cortez tidak menyala kuning, tapi putih.

Ada vanity mirror di balik kedua sunvisor Wuling Cortez, tapi sayang tidak ada lampunya. Nah, di dekat spion tengah cembungnya, ada tombol buat membuka dan menutup sunroof. Setelah KIA Rio, jarang kami lihat mobil kelas rakyat jelata ada sunroof lagi, terakhir ya si Wuling Cortez ini. Kami suka desain head unit Wuling Cortez, berdiri tegak macam tablet dan mirip dengan mobil Jerman. Jauh lebih mendingan daripada head unit floating milik Jazz, HR-V dan City yang jelek tampilannya.

Menu head unit ini tampilannya mirip Start Menu Windows 8, dan layar sentuhnya cukup responsif namun ia sangat lemot saat masuk ke fungsi navigasi. Uniknya, coba masuk ke bagian pengaturan suara mobil ini dan anda akan menemukan pilihan mode “Yamaha”. D*mn, kesal sekali rasanya kalau tata suara mobil ini turut disetel oleh Yamaha sementara mobil lain sekelasnya tata suaranya hanya disetel oleh Yakalelelelele.

Head unit Wuling Cortez sudah bisa melakukan mirroring dengan smartphone, membaca SD Card, USB, koneksi Bluetooth dan AUX. Sama seperti Confero, Wuling Cortez punya jam analog dengan desain yang sedikit mengotak dan lebih mewah. Untuk mengatur jamnya, tinggal pencet 2 tombol yang desainnya selaras dengan frame bagian bawah jam analognya. Lihat bagian yang ada celah itu, itu tombolnya. Oh ya, Wuling Cortez punya 4 airbag, terdiri dari 2 depan dan 2 samping, tapi bukan airbag tirai.

Berlanjut ke bawah, anda mengira panel ini benar-benar piano black gloss untuk hiasan saja kan? Salah. Putar kenop AC bagian kiri, dan voila, display hitam itu langsung nyala jadi layar info AC. Sedap! Saat AC mati ia menyamar cantik jadi hiasan dan saat AC hidup ia langsung melakukan tugasnya. Kalau boleh jujur, kami malah lebih suka kenop AC model begini daripada model touch yang susah dioperasikan. Model putar atau tekan lebih intuitif daripada model sentuh.

Kecepatan hembusan AC dan suhu langsung ditampilkan di dalam kenop putarnya, mirip mobil-mobil Audi (maaf lebay, tapi begitulah adanya). AC Wuling Cortez sudah punya auto climate control, defogger depan, pengatur arah hembusan, pengatur sirkulasi udara tapi tidak ada dual zone climate control. Ventilasi AC-nya menyebar rata hingga baris ketiga, jadi tidak ada alasan tidak dapat hembusan AC untuk semua baris.

Buka panel kayu di bawahnya, di balik sini ada slot penyimpanan kecil, 2 buah port USB, 1 port AUX dan 1 buah power outlet. Nah, perkenalkan, transmisi Wuling Cortez adalah transmisi automated manual alias AMT, mirip kepunyaan Suzuki Ignis dan Smart ForTwo. Uniknya, Wuling bilang girboks AMT-nya 5 percepatan sementara varian Wuling Cortez manual punya 6 percepatan. Ini berarti, antara girboks manual dan AMT-nya beda jenis, bukan sekedar transmisi 6 percepatan yang dikasih robot, tapi benar-benar girboks lain. Niat juga.

Tadinya kami kira ini adalah girboks AMT buatan Magneti Marelli atau Bosch, namun Wuling bilang rupanya ini girboks buatan Aisin, Jepang. FYI, Aisin adalah produsen girboks asal Jepang yang juga bikin girboks buat Toyota Fortuner dan BMW X1 baru. Wuling bilang, penggunaan AMT lebih supaya Wuling Cortez memiliki biaya perawatan yang murah, tapi apakah rasanya sama seperti AMT lain yang tulalitnya setengah mampus? Nanti kami ceritakan.

Tidak ada paddle shift, tapi pemilik Wuling Cortez bisa mengaktifkan mode manual secara tiptronic. Ada 2 mode di transmisinya, antara Eco dan Sport, tidak ada mode normal. Di belakang persnelingnya, ada 4 tombol yang masing-masing adalah untuk rem parkir elektronik, brake hold, menyalakan dan mematikan sensor parkir dan aktivasi AC belakang. Gila sih kalau tahu Wuling Cortez ini punya rem parkir elektronik dan brake hold. Ckck…

Kepraktisan Wuling Cortez tidak spesial, namun juga tidak pantas dibilang buruk. Kantong pintunya lumayan, glovebox standarnya lega, sudah soft opening dan center console box-nya oke, plus 2 cup holder dekat persneling. Mobil ini punya pengatur ketinggian sabuk pengaman buat penumpang depan, tapi buat yang penumpang kiri kualitas pemasangan plastiknya menyedihkan, sebab ia mudah goyang dan tidak presisi.

Nebeng di baris kedua Wuling Cortez sangat bikin nagih. Pertama, unit tes kami sudah pakai jok kulit dan captain seat, jadi sangat nyaman. Kedua, ia bisa direbahkan hingga sangat rebah, jadi cocok buat tidur-tiduran. Jok Wuling Cortez ini sudah ISOFIX, dan penumpang baris kedua berhak atas kontrol AC digital, sebuah port charger dan storage yang lumayan di balik center console box. Buat orang dewasa, sama sekali tidak ada komplain soal ruang kepala dan kakinya.

Ada sedikit yang kurang lazim, sebab kisi AC buat penumpang baris kedua bukan meniup ke arah wajah, melainkan meniup ke arah bagian belakang kepala. Mau tidak mau, kisi AC harus dipasang terbalik soalnya ruang tempat kisi AC double blower pada umumnya sudah terpakai untuk ruang gerak sunroof bawaan Wuling Cortez. Penyimpanan di baris kedua ada 2 kantong pintu dan 2 kantong di balik jok depan.

Material di pintu baris kedua masih sama, yakni plastik berlapis kulit di bagian atas dengan jahitan asli, sedikit lapisan kulit di armrest pintu dan hiasan panel black piano. Jadi, apa di sini oke? Yah, tergantung, coba deh turunkan jendelanya sampai habis, maka jendelanya tidak akan turun 100% karena masih ada yang tersisa, tidak semua masuk ke dalam panel pintu. Jahitan di jok kulitnya juga tidak 100% lurus, masih ada yang miring sedikit.

Hal lain yang menurut kami agak aneh adalah, sama sekali tidak ada cup holder di baris kedua ini. Memang di pintu ada slot buat botol dan sejenisnya, tapi di Wuling Cortez ini tidak ada cup holder yang biasa sama sekali. FYI, nanti setelah meluncur, pilihan variannya kira-kira mirip dengan Confero. Jadi ada yang tanpa jok kulit dan ada yang tanpa captain seat. Yah, berharaplah bakal ada setidaknya 2 cup holder di versi yang tidak pakai captain seat.

Untuk masuk ke baris ketiga Wuling Cortez, harus lewat gang di antara captain seat-nya. Harus begitu, soalnya mekanisme bangkunya agak ribet, yakni harus direbahkan ke depan lalu kemudian digeser, tapi aksesnya sempit kalau pakai cara ini. Jadi buat yang mau masuk ke baris terakhir, mendingan lewat gang senggol di antara kedua joknya deh. Setelah duduk, rasanya sama saja dengan duduk di baris kedua : Ruang kepala dan kakinya lega untuk orang dewasa.

Untuk orang dewasa saja enak, anak-anak pun pasti betah di sini. Wuling Cortez didesain untuk memuat 3 orang dewasa secara pantas di belakang, terlihat dari adanya 3 buah headrest sungguhan. Jok baris ketiganya masih tebal, empuk dan nyaman, dan seperti yang sudah dibilang tadi, ada ventilasi AC buat baris ketiga. Penumpang baris ini langsung dapat 2 cup holder, 1 storage kecil, 2 kantong di balik jok baris tengah dan 1 port charger. Lengkap ya. 

Bagasi Wuling Cortez lega bahkan saat semua joknya terpakai. Belanjaan bulanan atau barang-barang bawaan buat mudik pun bisa gampang disimpan di bagasinya yang berkapasitas 274 liter. Kembali, kami salut dengan perhatian Wuling dengan menghadirkan lampu bagasi yang menyala putih. Serius, nyalanya putih, bukan kuning seperti mobil lain yang biasa kita kenal. Detail itu kami suka, tapi kami benci pelipatan bagasinya.

Bukan apa-apa, sebenarnya pelipatannya sederhana seperti melipat bangku Toyota Avanza, namun slot pengunci yang mirip di pintu toilet umumnya itu yang kami kesal. Harus banget begitu ya? Tidak bisakah Wuling Cortez dan Confero pakai mekanisme macam Suzuki Ertiga atau Mitsubishi Xpander yang sekali lipat langsung rata lantai? Ruangan bagasinya memang luas, tapi andai pelipatan kursinya lebih simpel dan praktis, maka akan lebih membahagiakan.

Mesin

Sekarang saatnya membuka kap mesin Wuling Cortez. Saat dibuka, ada tulisan yang familiar, yakni VVT-I TECH. Hm, VVT-i bukannya Toyota ya? Seperti Confero yang bikin kami geli dengan tulisan P-TEC karena mirip VTEC-nya Honda, sekarang malah VVT-i TECH mirip Toyota. Jangan-jangan besok saat SUV Wuling keluar, tulisannya “MIPEK” untuk sedikit meniru MIVEC-nya Mitsubishi atau malah “PANOS” untuk meniru BMW.

Mesin Wuling Cortez adalah mesin 1.800 cc 4 silinder bertenaga 129 hp di 5.600 rpm dan torsinya 174 Nm di 3.600 hingga 4.600 rpm. Karena Wuling dan GM bermitra di China, sah-sah saja jika anda mengira mesin ini masih satu famili dengan mesinnya Chevrolet Orlando. Bahkan ia sama-sama FWD seperti Orlando, beda dengan Confero yang RWD. Karena beda penggerak, kami rasa Confero dan Cortez pakai sasis yang beda, namun ini bisa disanggah kalau ternyata Wuling punya sasis modular.

Senang sekali kala bisa tahu kalau kualitas pengerjaan ruang mesinnya rapi jali. Pengecatan merata sampai ke dalam, tidak ada yang meluber. Tidak ada las-lasan berantakan dan kap mesinnya sudah pakai peredam. Tangki Wuling Cortez berkapasitas 52 liter, keempat suspensinya diklaim independen dan radius putarnya 5,6 meter. Sekali lagi, pilihan girboksnya ada AMT 5 percepatan atau manual 6 percepatan.

Driving Impression

Tahu bagaimana suara mesin Kijang Kapsul kalau nyala? Nah, mesin Wuling Cortez ini rasanya mirip suara mesin Kijang Kapsul. Masuk ke D di mode Eco, mesin langsung berjalan halus. Jelas mesin ini lebih baik daripada milik Confero, dan Wuling Cortez baru terasa enak di putaran menengah, sebab di bawah tendangannya biasa saja dan saat sudah di putaran atas, nafasnya tidak sepanjang yang kami kira. Buat penggunaan dalam kota sepertinya masih enak.

Girboks AMT tetaplah girboks AMT. Pergantian giginya agak lambat sedikit, namun tidak separah dan sekasar Suzuki Ignis atau Suzuki Karimun Wagon R AGS yang pindah giginya sangat lambat dan gelagapan. Memang tidak secepat girboks otomatis biasa dan tidak sehalus CVT, namun RPM drop saat ganti gigi tidak terlalu parah. Kalau ingin perpindahan gigi yang mendingan, masuk saja ke mode Sport dan bejek mesinnya, perpindahannya bakal jauh lebih mendingan daripada di mode Eco.

Pengemudi Wuling Cortez tidak akan merasakan apa-apa dari setirnya. Setirnya terasa mati dan terlalu ringan saat diputar, tidak ada rasanya dan feedback-nya sangat minim. Bahkan saat dipacu ke 80 km/jam, setir ini masih terlalu ringan. Sisi baiknya, ini bisa memudahkan bagi mereka yang baru punya SIM, pengemudi wanita dan lain-lain, karena mobil ini effortless buat dikendalikan dan setir yang ringan bisa memudahkan manuver parkir.

Berkebalikan dengan setirnya, pedal-pedalnya lumayan enak diinjak, terutama pedal remnya. Kita bisa menakar kekuatan injakan yang dibutuhkan kala ingin ngerem sedikit atau ngerem habis. Bantingan suspensinya tidak keras, cenderung mantap dan tidak banyak ngayun. Peredaman suara? Well, karena aspal Sentul sangat kasar, suara dari ban di kecepatan 60 km/jam ke atas masih masuk. Kami harap suaranya bisa sedikit lebih hening di aspal yang mulus.

Suspensi Wuling Cortez terasa sedikit kaku untuk mengakomodir bodinya yang tinggi dan besar. Saat ditekuk di tikungan, body roll yang terjadi masih dalam kategori wajar dan tidak terlalu bikin bodinya mengayun ke kanan-kiri seperti terombang-ambing di kapal. Pilar A dan spionnya yang besar bisa menghalangi visibilitas, namun overall mobil ini tidak memberikan kendala besar bagi penghuni kabinnya kala ingin melihat ke luar.

Wuling menyediakan ramp tanjakan dan turunan untuk menguji fitur Brake Hold. Saat Brake Hold aktif, kita tidak harus terus-terusan menginjak rem di tanjakan dan turunan. Cukup injak dalam sekali saja, habis itu lepas dan biarkan. Mobil tidak akan meluncur karena ditahan oleh sistem Brake Hold, dan dia akan bekerja selama mungkin sampai sistemnya capek. Saat ingin maju, tinggal injak gas dan mobil langsung maju secara halus.

Fitur ini berguna banget saat terjebak macet di Puncak atau Lembang. Sedikit catatan dari Wuling, fitur Brake Hold hanya bisa dinyalakan dan dimatikan saat mobil benar-benar berhenti sempurna, tidak bisa diaktifkan sembari berjalan. Sayang kami belum sempat mencoba mode manualnya, mungkin nanti di lain kesempatan.

Kesimpulan

Jangan bilang ini gertakan sambal kalau belum tahu sepedas apa ancaman Wuling Cortez. Sama seperti saat memperkenalkan Confero, Wuling Cortez merupakan mobil keluarga yang penuh kejutan saat kita tahu apa saja yang dibawanya. Agak disayangkan, built quality mobil ini masih belum sepenuhnya rapi seperti yang ada di bumper depan dan belakang, plastik dashboard bagian bawah, plastik seatbelt height adjuster yang ringkih, posisi mengemudi biasa saja, tidak ada cup holder di baris kedua, jahitan yang kurang rapi dan mekanisme pelipatan bagasinya masih harus pakai slot pengunci ala pintu toilet umum yang ribet.

Saat dikendarai pun, pergantian gigi yang tidak responsif dan setir yang lembek menjadikan mobil ini tidak menggugah saat dibawa sendiri. Namun karena ini mobil keluarga, fun to drive bukan hal yang krusial di sini. Keasyikan berkedara dalam sebuah mobil keluarga adalah faktor yang “Good to have”, bukan “Must have”. Wuling Cortez adalah mobil yang effortless alias sangat mudah saat dikendarai, dengan setir yang enteng, pedal yang enak, visibilitas oke punya dan mesin yang memadai, meski memang bukan yang terbaik soal performa dan keasyikan.

Namun ada segudang potensi besar yang langsung bisa menutupi kekurangan itu. Fitur lengkap adalah yang paling utama, dan ayo kita sebutkan satu-satu : 4 airbags, ABS, EBD, BA, Brake Hold, Stability Control, sunroof, 2 jok elektrik, sound system racikan Yamaha, AC digital yang “Ngeropah”, fatigue alarm, pemantau tekanan dan suhu ban, lampu depan-belakang full LED, kamera parkir dengan garis pemandu yang bisa belok, sensor parkir depan belakang, auto headlamp, auto wiper, charger di semua baris, sensor sabuk pengaman di semua jok… Duh, banyak banget ya.

Aura mewah dan keluasan kabinnya pun patut diacungi jempol, mampu mengakomodir orang dewasa dengan pantas dan layak di semua baris, apalagi captain seat-nya nyaman. Bagasi standarnya pun lega dengan kapasitas 274 liter saat semua jok dipakai dan 630 liter saat jok belakang dilipat. Andai Wuling Cortez ini ditambah cruise control, airbag tirai, girboks torque converter atau CVT (kopling ganda pun boleh), smart entry, start/stop engine button, beberapa cup holder tambahan dan pelek 17 inci, mobil ini makin susah untuk ditolak. bahkan jikalau harganya jadi 250 jutaan asal ditambah semua itu, mobil ini masih worth the money.

Oh iya, maaf, Wuling Indonesia belum siap mengungkapkan berapa harga resmi Wuling Cortez Indonesia dalam waktu dekat. Wuling baru akan mengumumkan harga resminya pada kuartal pertama tahun 2018. Wuling Indonesia sendiri bilang kalau ini masih model yang belum siap jual, karena mereka masih mau melakukan beberapa penyesuaian. Kami harap waktu yang ada bisa dimanfaatkan untuk menghapus sisi lemahnya dan memoles sisi kuatnya.

Tentu banyak yang mempertanyakan durability, termasuk kami. Maaf-maaf saja, hanya waktu yang bisa membuktikan daya tahan atau durability, jadi kita tak bisa bilang apakah mobil ini durable atau tidak. Memang, Wuling ini masih bau kencur, tapi jika ia bisa membuktikan kualitas dan daya tahannya, bukan mustahil kalau pemain baru bau kencur ini bisa menghantam pemain lama yang bau tanah. Apa opinimu? Sampaikan di kolom komentar!

Seperti inilah komentar warganet mengenai Wuling Cortez ini

Read Prev:
Read Next: